Sejak dari kecil hingga dewasa kita sering dituntut untuk beradab dan bersopan santun. Sopan santun dlm berhubungan dengan orang yg lebih tua,yg lebih muda, teman bahkan orang yg tidak dikenali. Dalam Islam pula, sering ditekankan mengenai adab.
di sini contohnya:
setiap kali kita meminjam barangan teman, adakah ia diminta izin dahulu atau terus ambil? ok,sekarang, jwb soalan ini pula; berapa kali kita mengembalikan barang yg kita pinjam dlm kondisi yg asal yg dipinjam, dan tepat pd due date nye? haa.. ke pinjam xpenah pulang2?
katakan barang yg dipinjam adalah sebuah buku; Buku memang hanya sebuah buku. Pinjam meminjam buku juga sudah biasa. Tapi apakah karena sudah biasa dan ‘hanya sebuah buku’ lantas membuat statusnya sebagai barang pinjaman yang mesti dipenuhi adabnya batal? Saya kira tidak. Betapapun statusnya tetap barang pinjaman. Sebagaimana hutang yang dapat menghambat seseorang masuk surga, maka saya khawatir demikian juga halnya dengan barang pinjaman.Ustaz pernah bagitahu, kalau kita rosakkan barang yg kita pinjam, kita mesti beri ganti rugi. Jangan ingat dia teman kita, dia tak punya perasaan, mungkin barang yg dipinjam itu barang yg sangat berharga buatnya. Justeru, minta maaf dan berbincanglah yer...
Kalau anak-anak kecil lupa mengembalikan atau tidak mengembalikan, saya yakin bukan karana mereka meremehkan atau bermaksud memiliki buku itu, tetapi lebih kerana mereka belum paham makna ‘meminjam’ dan bagaimana adab terhadapnya. Sedang kita, orang dewasa? Apalagi sudah belajar Islam?
Semestinya kita lebih bisa memenuhi adab ini dan menerapkan kepada anak-anak. Sudah tiba masanya, hal-hal seperti ini mendapat perhatian lebih dari kita semua. Menegur, mengingatkan atau bersikap tegas dalam hal ini, meskipun sering ditanggapi tidak enak, sebenarnya adalah suatu usaha untuk menjaga si peminjam dari perbuatan zalim terhadap dirinya sendiri maupun saudaranya sendiri.
di sini contohnya:
setiap kali kita meminjam barangan teman, adakah ia diminta izin dahulu atau terus ambil? ok,sekarang, jwb soalan ini pula; berapa kali kita mengembalikan barang yg kita pinjam dlm kondisi yg asal yg dipinjam, dan tepat pd due date nye? haa.. ke pinjam xpenah pulang2?
katakan barang yg dipinjam adalah sebuah buku; Buku memang hanya sebuah buku. Pinjam meminjam buku juga sudah biasa. Tapi apakah karena sudah biasa dan ‘hanya sebuah buku’ lantas membuat statusnya sebagai barang pinjaman yang mesti dipenuhi adabnya batal? Saya kira tidak. Betapapun statusnya tetap barang pinjaman. Sebagaimana hutang yang dapat menghambat seseorang masuk surga, maka saya khawatir demikian juga halnya dengan barang pinjaman.Ustaz pernah bagitahu, kalau kita rosakkan barang yg kita pinjam, kita mesti beri ganti rugi. Jangan ingat dia teman kita, dia tak punya perasaan, mungkin barang yg dipinjam itu barang yg sangat berharga buatnya. Justeru, minta maaf dan berbincanglah yer...
Kalau anak-anak kecil lupa mengembalikan atau tidak mengembalikan, saya yakin bukan karana mereka meremehkan atau bermaksud memiliki buku itu, tetapi lebih kerana mereka belum paham makna ‘meminjam’ dan bagaimana adab terhadapnya. Sedang kita, orang dewasa? Apalagi sudah belajar Islam?
Semestinya kita lebih bisa memenuhi adab ini dan menerapkan kepada anak-anak. Sudah tiba masanya, hal-hal seperti ini mendapat perhatian lebih dari kita semua. Menegur, mengingatkan atau bersikap tegas dalam hal ini, meskipun sering ditanggapi tidak enak, sebenarnya adalah suatu usaha untuk menjaga si peminjam dari perbuatan zalim terhadap dirinya sendiri maupun saudaranya sendiri.